Belum Banyak Orang Tahu, Ini 5 Fakta Unik Peringatan Sumpah Pemuda
|

Belum Banyak Orang Tahu, Ini 5 Fakta Unik Peringatan Sumpah Pemuda

digart.biz – Peringatan Hari Sumpah Pemuda yang jatuh pada Sabtu (28/10), menjadi peringatan yang penting bagi bangsa Indonesia. Sebab, kita diingatkan kembali dengan sebuah ikrar pemuda-pemudi puluhan tahun lalu yang menggambarkan kecintaan terhadap Tanah Air.

Diketahui, ikrar tersebut dicetuskan oleh Persatuan Pelajar-Pelajar Indonesia (PPPI) dan dihadiri oleh organisasi pemuda lainnya kala itu.

Rupanya, ada berbagai fakta unik seputar Hari Sumpah Pemuda yang belum banyak orang tahu. Apa saja fakta uniknya?

1. Awalnya Tidak Berjudul

Sebagaimana diketahui, Sumpah Pemuda sendiri dirumuskan oleh Mohammad Yamin, di mana dihasilkan pada sesi terakhir Kongres yang dilakukan pada secarik kertas.

Pada awalnya, rumusan tersebut tidak dinamakan Sumpah Pemuda. Bahkan sampai saat dibacakan di dalam Kongres kala itu masih belum memiliki judul.

Menariknya, nama Sumpah Pemuda pun baru muncul beberapa hari selepas Kongres dilaksanakan. Meski begitu, hari peringatan tetap di tanggal rumusan tersebut dibacakan yakni tanggal 28 Oktober.

2. Memakai Ejaan Van Ophuysen

Seperti yang Anda ketahui, terdapat tiga butir yang ditulis dalam isi naskah Sumpah Pemuda. Namun, banyak yang belum mengetahui bahwa naskah Sumpah Pemuda ditulis memakai ejaan Van Ophuysen.

Van Ophuysen sendiri merupakan ejaan yang dipakai pada masa itu untuk menulis kata berbahasa Melayu, di mana menggunakan model yang dapat dimengerti oleh orang-orang Belanda.

3. Hanya 6 Perempuan yang Ikut Kongres Pemuda II

Dalam sebuah buku Sejarah Indonesia untuk SMK Kelas X oleh Fatayat Ridlo Muntasih, dari 700 peserta kongres Sumpah Pemuda II, hanya ada 82 orang yang hadir.

Sementara itu, hanya ada 6 peserta perempuan yang hadir, yakni Dien Pantow, Emma Poeradiredja, Jo Tumbuan, Nona Tumbel, Poernama Woelan, dan Siti Soendari.

4. Mayoritas Menggunakan Bahasa Belanda

Melansir laman resmi Bawaslu, sebagian pembicara dalam Kongres Pemuda II sendiri menggunakan bahasa Belanda. Misalnya saja, Siti Soendari yang turut menyampaikan pidatonya dalam kongres tersebut.

Selain itu, notulen rapat juga ditulis menggunakan Bahasa Belanda. Meski begitu, ada juga yang mahir berbahasa Melayu yakni Mohammad Yamin. Dirinya bertugas sebagai sekretaris serta menerjemahkan pidato dan kesepakatan sidang ke dalam bahasa Melayu.

5. Tidak Boleh Ada Kata Merdeka

Masih mengutip laman resmi Bawaslu, pada saat kongres berlangsung peserta tidak boleh menyuarakan kata “Merdeka” lantaran dijaga ketat oleh kepolisian Belanda.

Pasalnya, larangan penggunaan kata “Merdeka” kala itu turut menjadi alasan lagu Indonesia Raya yang dibawakan oleh WR Supratman hanya diiringi biola tanpa menyertakan syair.

Similar Posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *